Jakarta, Harianradar.com – Kisruh demokrat, memicu keprihatinan sejumlah pihak. Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara, yang akhirnya mengangkat Moeldoko sebagai Ketua Umum, menurut Aliansi Masyarakat Untuk Nawacita (Almaun) telah mencoreng demokrasi yang selama ini telah diperjuangkan dengan susah payah paska reformasi.
Melalui rilis yang diterima redaksi strateginews.co, Selasa (16/3/2021), LBH Almaun menyampaikan keprihatinannya terkait kisruh di tubuh Partai Demokrat.
“ Kami sebagai salah satu bagian dari pengawal Visi Hukum Nawacita Bapak Presiden Ir. Joko Widodo menginginkan agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat berjalan dengan baik serta berkelanjutan di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” demikian disampaikan Direktur Eksekutif LBH Almaun Khalid Akbar
LBH Almaun sebagai bagian tak terpisahkan dari DPP Aliansi Masyarakat untuk Nawacita, setelah mengamati, berdiskusi dan memberikan analisis terhadap dualisme Partai Demokrat dari sudut pandang hukum menyimpulkan bahwa kepengurusan DPP Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah disahkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-09.AH.11.01 Tahun 2020 tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat, yang terdaftar menjadi Lembaran Negara.
“ Kepengurusan AHY telah sesuai dengan Pasal 3 Undang-Undang tentang Partai Politik,” terangnya.
Sementara, menurut LBH Almaun, Kepengurusan DPP Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang di bawah kepemimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko belum melakukan penyelesaian perselisihan internal, berdasarkan Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Partai Politik.
“ Kami meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagai salah satu pengawal Nawacita mampu menjaga netralitas serta berani melakukan penegakan hukum terhadap siapapun, terkhusus untuk melakukan pemeriksaan terhadap Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, atas dugaan tindak pidana yang diatur pada Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana; dan dugaan pelanggaran protokol kesehatan,” tutupnya (Ari)