Bangkalan – Lembaga Informasi Publik Indonesia (LIPI) menggelar audiensi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan pada Rabu (20/11/24) untuk mempertanyakan kinerja institusi tersebut. Audiensi ini digelar sebagai respon atas keresahan masyarakat terhadap berbagai persoalan yang terjadi di BPN Bangkalan, terutama terkait buruknya pelayanan yang diberikan.
Selain itu, terkait biaya PTSL, adanya status lahan yang sudah ada SHM namun saling klaim dengan pihak Perhutani, tanah kas desa yang diambil oleh mafia tanah serta kejelasan status tanah di wilayah pesisir pantai Desa Ujung Piring, Desa Sembilangan dan Desa Pernajuh.
Ketua LIPI, Rido’i Nababan, menyebutkan bahwa banyak keluhan telah diterima LIPI dari masyarakat terkait pelayanan di BPN Bangkalan. Mulai dari perilaku satpam yang dinilai tidak ramah hingga pelayanan loket yang terkesan amburadul, khususnya dalam pengurusan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT).
“Pelayanan satpam sering kali tidak profesional, tidak memberi arahan yang jelas kepada masyarakat. Selain itu, pengurusan SKPT sering kali memakan waktu yang lama dan tidak terorganisir dengan baik. Ini merugikan masyarakat yang membutuhkan pelayanan cepat dan transparan,” ungkap Rido’i.
Dalam audiensi tersebut, LIPI meminta BPN Bangkalan untuk segera memperbaiki sistem pelayanan publiknya. LIPI juga menegaskan pentingnya transparansi dan profesionalisme dalam setiap layanan yang diberikan oleh instansi Pemerintah seperti BPN.
Lanjut Ketua LIPI, “Saya minta agar pelayanan BPN Bangkalan ini memberikan solusi terhadap berkas yang kurang, seperti keluhan langsung ke LIPI terkait ahli waris meninggal dunia, bagaimana penjelasan yang harus diambil oleh pihak BPN melalui petugas loket kepada masyarakat yang membuat sertifikat jalur mandiri sehingga masyarakat tidak merasa kebingungan dalam pembuatan sertifikat,” paparnya.
“Masyarakat jangan terus dipersulit, untuk apa ada jalur karpet merah prioritas tanpa kuasa yang menjadi program kebanggaan BPN. Masalah KK dan KTP saja petugas loket BPN harus minta yang dilegalisir, sedangkan KK, Akta, KTP elektronik yang sudah tanda tangan elektronik alias barcode tidak perlu lagi dilegalisir. Ini jelas dalam Permendagri Nomor 104 Tahun 2019,” tegas Nababan sapaan karibnya.
LIPI berharap hasil audiensi ini tidak hanya menjadi formalitas semata, melainkan dapat memberikan perubahan nyata bagi peningkatan pelayanan publik di BPN Bangkalan. Masyarakat Bangkalan pun menantikan janji perbaikan yang disampaikan BPN dapat segera direalisasikan.
Menanggapi hal ini, Kepala BPN Bangkalan, Arya Ismana, berjanji akan mengevaluasi kinerja stafnya. “Kami berterima kasih atas masukan dari LIPI. Kami akan segera mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas pelayanan di kantor kami,” ujarnya.
“Kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk evaluasi, baik pelayanan satpam maupun pelayanan SKPT, sehingga ini menjadi bahan kami untuk memberikan pelayanan yang lebih baik lagi kedepannya,” kata Kepala BPN saat menemui peserta audiensi LIPI.