Surabaya – Menjelang kunjungan Presiden Joko Widodo ke Jawa Timur yang dijadwalkan pada Jumat (6/9/2024), sejumlah organisasi masyarakat, termasuk MAKI (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia) Jawa Timur, Projo, dan GRIB, mengeluarkan surat terbuka yang mendesak pemberantasan korupsi dan penegakan hukum yang lebih tegas.
Dalam surat yang ditandatangani oleh perwakilan tiga organisasi tersebut, mereka menyampaikan sejumlah temuan terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim, yang dinilai menghambat pembangunan dan bersifat transaksional.
Heru Satriyo, Ketua MAKI Jawa Timur, menegaskan bahwa aparat penegak hukum di wilayah tersebut kerap bertindak tidak profesional, mengintimidasi ASN dan pengusaha, serta terlibat dalam negosiasi yang merusak transparansi. Surat terbuka ini juga mengajukan beberapa saran dan meminta audit kinerja aparat terkait.
Dalam pernyataan pers yang disampaikan pada Kamis (5/9/2024) malam, Heru Satriyo, Ketua MAKI Jawa Timur, menegaskan bahwa mereka mendukung penuh pemberantasan korupsi dan penegakan hukum terhadap para koruptor demi kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Timur.
“Kami, MAKI Jatim bersama GRIB dan Projo, sepakat mendukung pemberantasan korupsi dan penegakan hukum terhadap para koruptor demi pelaksanaan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa Timur,” ujar Heru dalam jumpa pers.
Namun, Heru mengungkapkan bahwa fakta yang mereka temukan di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. “Aparat penegak hukum, khususnya Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim, telah menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau oknum, bekerja secara tidak profesional. Hal ini mendorong kami untuk menyusun Surat Terbuka kepada Presiden,” jelasnya.
Poin-Poin dalam Surat Terbuka.
Surat terbuka tersebut ditandatangani oleh Heru Satriyo (Ketua MAKI Jatim), Ahmad Ghufran (Ketua DPC Projo Kabupaten Malang), dan Damanhury Jab (Ketua Ormas GRIB), juga ditembuskan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto, Kemenko Polhukam, dan Kapolri. Isi surat terbuka ini meliputi beberapa poin penting:
1. Ribuan surat permintaan keterangan atau klarifikasi telah dilayangkan kepada pejabat pemerintah di Provinsi, Kabupaten/Kota, serta para pengusaha di wilayah Jawa Timur terkait berbagai pengadaan.
2. Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim melakukan pemeriksaan hampir untuk seluruh pengadaan di Jawa Timur tanpa analisa terlebih dahulu mengenai adanya indikasi korupsi, dan seringkali berakhir dengan negosiasi atau pemberian upeti.
3. Terdapat intimidasi terhadap ASN dan pengusaha agar selalu berkoordinasi dengan Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim dalam setiap pengadaan, yang berpotensi menurunkan transparansi dan kualitas hasil pengadaan.
4. Pemanggilan terhadap bakal calon kepala daerah masih berlangsung, meskipun ada Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 tentang penundaan proses hukum terkait pengungkapan kasus tindak pidana yang melibatkan peserta Pemilu 2024.
5. Disimpulkan bahwa tindakan Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jatim telah meresahkan pejabat dan pengusaha, serta menghambat pembangunan di Jawa Timur. Ada indikasi bahwa tindakan mereka cenderung bersifat transaksional dan tidak profesional.
6. Surat tersebut juga mengajukan beberapa saran, seperti dilakukannya audit kinerja terkait jumlah surat permintaan keterangan yang sudah dilayangkan dan memberikan sanksi tegas terhadap oknum-oknum yang menyalahgunakan kewenangan.
Ancaman Mobilisasi Massa Jika Tidak Ada Tindak Lanjut.
Menambahkan urgensi dari surat terbuka tersebut, H. Abdul Gani Ngabalin, Panglima Cobra 08, yang turut mendampingi dalam pertemuan itu, menegaskan bahwa jika tidak ada perkembangan dalam waktu 7×24 jam setelah surat terbuka dilayangkan, maka akan ada mobilisasi besar-besaran.
“Jika tidak ada progress dalam 7×24 jam sejak surat terbuka dilayangkan, rakyat banyak yang akan bicara, dan saya siap menggerakkan 100 ribu massa di Jakarta. Tentunya, melalui langkah-langkah hukum yang berlaku,” tegasnya.
Panglima Cobra juga menegaskan bahwa pernyataan ini bukanlah ancaman, melainkan upaya untuk memperjuangkan nasib orang-orang yang merasa teraniaya. “Kami mohon kepada Bapak Presiden untuk segera menindaklanjuti laporan kami,” tutupnya dengan nada serius.
Kunjungan Presiden Jokowi ke Jawa Timur yang semula direncanakan sebagai bagian dari agenda pembangunan dan pemantauan proyek-proyek infrastruktur kini diwarnai dengan tuntutan tegas dari masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum aparat penegak hukum. Semua mata kini tertuju pada bagaimana pemerintah akan merespons surat terbuka ini.