Surabaya – Jawa Timur kembali diselimuti duka mendalam setelah runtuhnya konstruksi Masjid dan Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Musibah tersebut menyebabkan puluhan korban luka dan hingga saat ini tercatat satu orang meninggal dunia.
Pasca kejadian, perhatian dan kepedulian dari sejumlah pemimpin Jawa Timur langsung terlihat. Ibunda Gubernur Jawa Timur mempercepat kepulangannya dari misi dagang ke Sumatera Selatan. Wakil Gubernur Jawa Timur juga segera turun ke lokasi musibah untuk memberikan dukungan moral kepada para korban dan keluarga.
Evakuasi Korban: Sinergi Stakeholder
Upaya evakuasi berjalan intensif berkat sinergi berbagai pihak. BPBD Jawa Timur, BPBD Sidoarjo, Basarnas, BNPB, Kementerian Sosial, serta jajaran Pemerintah Kabupaten Sidoarjo bersama TNI dan Polri terlihat bekerja sama dalam proses evakuasi. Dengan penuh empati, mereka bahu membahu menyingkirkan reruntuhan puing bangunan untuk menyelamatkan korban.
Namun, di tengah suasana penuh kepedihan ini, muncul pemandangan yang disorot publik.
Tidak terlihat kehadiran anggota DPRD Jawa Timur, bahkan dari daerah pemilihan Sidoarjo sekalipun. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar terkait kepekaan para wakil rakyat terhadap bencana di wilayah yang mereka representasikan.
Kritik MAKI Jatim: “Mbahnya Kebacut”
Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur, Heru MAKI, menyampaikan kritik tajam atas absennya anggota DPRD Jatim.
“Ini namanya MBAHNYA KEBACUT, mereka yang dipilih masyarakat untuk mewakili representasi Masyarakat, malah tidak punya kepekaan dan kepedulian terhadap musibah dan bencana yang terjadi. Sangat kebangetan sekali dan benar-benar terjadi di DPRD Jawa Timur,” ungkap Heru MAKI dengan nada kecewa.
Menurutnya, rendahnya “sense of crisis” DPRD Jatim merupakan catatan merah serius. Atas dasar itu, MAKI Jatim meluncurkan petisi #BubarkanDewanJatim sebagai bentuk tekanan moral sekaligus representasi keresahan masyarakat.
Petisi #BubarkanDewanJatim: Suara Rakyat, Suara Langit
Heru MAKI menegaskan bahwa petisi tersebut bukan sekadar simbol protes, melainkan dorongan nyata untuk mengukur suara rakyat Jawa Timur terhadap wakilnya di legislatif provinsi.
“Kita lihat arah pergerakan dukungan dari petisi #bubarkandewanjatim ini. Dan saya, Heru MAKI, siap memimpin aksi besar untuk menyegel kantor DPRD Jatim. Mau konstitusional atau tidak, bukan urusan saya. Apabila masyarakat menghendaki, tidak ada yang tidak mungkin. Suara masyarakat adalah Suara Langit,” tegasnya.
Tragedi ini tidak hanya menyisakan luka bagi korban dan keluarga, tetapi juga menggugah pertanyaan publik tentang kepekaan sosial dan tanggung jawab moral para wakil rakyat di Jawa Timur.